Tuesday, September 5, 2017

Diet dan Jerawat

PERAN NUTRIGENOMIK DALAM PATOGENESIS JERAWAT
Monita Sugianto
Jerawat merupakan penyakit peradangan kronis pilosebaseus unit. Jerawat umum terjadi pada remaja. Jerawat merupakan penyakit peradangan kronis pada unit pilosebaseus yang dialami oleh orang dewasa muda berusia 12-25 tahun menurut data Global Burden of Disease (GBD). Patogenesis jerawat disebabkan oleh berbagai faktor seperti peningkatan sekresi sebum, inflamasi, keratinisasi folikel dan bakteri Propionibacterium acnes. Produksi sebum yang berlebihan, komposisi sebum yang tidak normal, peroksidasi sebum, dan produksi lipase inflamasi berkontribusi terhadap pembentukan lesi jerawat primer. Selanjutnya, kelenjar sebasea juga menghasilkan biomarker inflamasi dan peptida antimikroba dan berperan penting dalam pembentukan dan keparahan lesi jerawat.

Namun saat ini tidak jarang ditemukan pada orang dewasa yang berhubungan dengan faktor pola diet ala barat. Diet ala barat yang dapat menginduksi terjadinya jerawat diantaranya konsumsi karbohidrat hiperglikemik atau konsumsi makanan dengan kadar glikemik tinggi, konsumsi susu dan produk susu, konsumsi daging, dan lemak tersaturasi. Patogenesis jerawat disebabkan oleh berbagai faktor seperti peningkatan sekresi sebum, inflamasi, keratinisasi folikel dan bakteri Propionibacterium acnes. Produksi sebum yang berlebihan, komposisi sebum yang tidak normal, peroksidasi sebum, dan produksi lipase inflamasi berkontribusi terhadap pembentukan lesi jerawat primer. Selanjutnya, kelenjar sebasea juga menghasilkan biomarker inflamasi dan peptida antimikroba dan berperan penting dalam pembentukan dan keparahan lesi jerawat. Pola diet ini menghasilkan branched-chain amino acids (BCAAs), glutamin, dan asam palmitat. Insulin dan IGF-1 menekan aktivitas faktor metabolic transkripsi forkhead box O1 (FoxO1). Insulin, IGF-1, BCAA, glutamine, dan palmitat mengaktifkan nutrient-sensitive kinase mechanistic target of rapamycin complex 1 (mTORC1), yang merupakan regulator kunci dari anabolisme dan lipogenesis. FoxO1 adalah coregulator negatif Androgen Reseptor, peroxisome proliferator-activated receptor-γ (PPAR), liver X reseptor-α, dan sterol response element binding protein-1c (SREBP-1c), faktor transkripsi lipogenesis sebaseous penting. mTORC1 merangsang ekspresi PPAR dan SREBP-1c, mendorong produksi sebum. SREBP-1c meregulasi stearoil-CoA dan Δ6-desaturase, meningkatkan proporsi asam lemak tak jenuh tunggal dalam trigliserida sebum. Penyimpangan produksi sebum akibat  diet dalam jumlah sebum (hyperseborrhea) dan komposisi (dysseborrhea) mendorong Propionibacterium acnes berkembangbiak secara masif dan meningkatkan faktor virulensinya.


Referensi
1.Lynn D, Umari T, Dellavalle R, Dunnick C. The epidemiology of acne vulgaris in late adolescence. Adolesc Health Med Ther [Internet]. 2016;13. Available from: https://www.dovepress.com/the-epidemiology-of-acne-vulgaris-in-late-adolescence-peer-reviewed-article-AHMT
2.Cerman AA, Aktas E, Altunay IK, Arici JE, Tulunay A, Ozturk FY. Dietary glycemic factors, insulin resistance, and adiponectin levels in acne vulgaris. J Am Acad Dermatol. 2016;75(1):155–62.
3.Kim H, Moon SY, Sohn MY, Lee WJ. Insulin-Like Growth Factor-1 Increases the Expression of Inflammatory Biomarkers and Sebum Production in Cultured Sebocytes. Ann Dermatol. 2017;29(1):20–5.
4.Melnik BC. dietary intervention in acne attenuation of increased mTORC1 signaling promoted by western diet. Dermatoendocrinol. 2012;4(1):20–32.
5.Melnik BC. Linking diet to acne metabolomics, inflammation, and comedogenesis: An update. Clin Cosmet Investig Dermatol. 2015;8:371–88.
6.Melnik BC, Zouboulis CC. Potential role of FoxO1 and mTORC1 in the pathogenesis of Western diet-induced acne. Exp Dermatol. 2013;22(5):311–5.
7.Hansson H a, Nilsson  a, Isgaard J, Billig H, Isaksson O, Skottner  a, et al. Immunohistochemical localization of insulin-like growth factor I in the adult rat. Histochemistry. 1988;89:403–10.
8.Rudman SM, Philpott MP, Thomas GA, Kealey T. The role of IGF-I in human skin and its appendages: morphogen as well as mitogen? J Invest Dermatol [Internet]. 1997;109(6):770–7. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9406819
9.Cappel M, Mauger D, Thiboutot D. Correlation between serum levels of insulin-like growth factor 1, dehydroepiandrosterone sulfate, and dihydrotestosterone and acne lesion counts in adult women. Arch Dermatol [Internet]. 2005;141(3):333–8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15781674
10.Denley A, Cosgrove LJ, Booker GW, Wallace JC, Forbes BE. Molecular interactions of the IGF system. Cytokine Growth Factor Rev. 2005;16(4–5):421–39.

spesialisjerawat.net
serum-perawatan-wajah-jakarta.blogspot.co.id

Monday, September 4, 2017

Rambut dan kondisioner rambut


Rambut dan Kondisioner Rambut
A.   Pendahuluan
Kutikula adalah lapisan luar batang rambut. Integritas dan kesehatan kutikula menentukan penampilan rambut kepala. Ciri-ciri rambut yang sehat, seperti lembut, berkilau, dan lentur, semua itu ditentukan terutama oleh perawatan permukaan rambut yang kita lakukan. Kondisioner rambut merawat permukaan luar rambut.Kilauan rambut adalah hasil dari pantulan cahaya pada setiap rambut. Jika ada kerusakan pada permukaan rambut, maka pantulan cahaya hanya akan sedikit terpantul dan rambut mulai kehilangan sinar dan kilauannya. Dan jika permukaan rambut mengalami kerusakan maka batang rambut mengembangkan muatan elektrostatik negative sepanjang rambut tersebut. Akibat muatan listrik, rambut saling tolak, yang membuat rambut sangat sulit disisir dan diatur. Kelembutan dan kehalusan rambut dianggap berhubungan dengan susunan kutikula. Kutikula normal dan sehat terlihat seperti susunan genteng. Jika kutikula rusak, permukaan batang rambut menjadi tidak beraturan dan tidak terorganisir, dan rambut menjadi lebih kasar dan kesat. Rambut menjadi lebih rapuh, dan ujungnya cenderung rusak dan bercabang.
B.   Pencetus Kerusakan Rambut
Faktor kerusakan rambut dapat berasal dari kondisi dalam tubuh seperti hormonal dan faktor lingkungan. Pencetus kerusakan rambut yang berasal dari lingkungan diantaranya:
1.      Sering mencuci rambut yang terlalu sering
2.      Terlalu sering menyisir dan menyikat rambut
3.      Terlalu sering menggunakan pengering rambut
4.      Perming. Perming adalah suatu metode pengeritingan rambut secara digital.
5.      Pencelupan dengan pewarna permanen
6.      Pemutihan dan,
7.      Paparan kondisi lingkungan tertentu, seperti radiasi matahari, angin, dan berenang
Semua aktivitas di atas merusak kutikula batang rambut. Akibatnya, rambut menjadi kasar, kehilangan keharumannya, menjadi kaku dan rapuh, dan lebih sulit disisir dan diatur. Daftar di atas mengacu pada agen atau aktivitas yang mempengaruhi rambut bagian luar, yang berada di atas permukaan kulit. Semua agen ini merusak lapisan keratin yang mati dari batang rambut, namun biasanya tidak berpengaruh pada sel rambut di dalam folikel rambut. Oleh karena itu mereka biasanya tidak berpengaruh pada pertumbuhan rambut, sehingga setelah terpapar zat perusak di atas, saat rambut tumbuh, secara bertahap akan mendapatkan kembali penampilan aslinya dan sehat.
Meski begitu, jika aktivitas di atas berlebihan, beberapa kerusakan bisa terjadi pada sel hidup di dalam folikel, yang akan mempengaruhi pertumbuhan rambut. Misalnya, penggunaan pengering rambut yang berlebihan dapat mengakibatkan pemanasan area, yang dapat merusak sel-sel hidup di folikel rambut. Aktivitas yang cenderung menarik rambut, atau meletakkannya di bawah ketegangan, juga bisa menyebabkan kerusakan pada sel yang lebih dalam pada folikel rambut, dan mempengaruhi pertumbuhan.
C.   Cara Kerja Kondisioner Rambut
Kondisioner rambut dirancang untuk mencegah kerusakan lapisan luar dari rambut. Fungsi utama kondisioner rambut adalah:
1.      Untuk membuat lapisan yang menutupi lapisan luar dan kasar dari rambut-lapisan ini memberi rambut terlihat mulus dan seragam;
2.      Untuk menetralisir muatan listrik di permukaan rambut. Dengan melakukan ini, rambut tidak sulit diatur, dan menjadi lebih mudah disisir dan bergaya; Hal itu juga membuat tampilan lebih tebal, dan mencegah kekusutan.
Bahan aktif dalam kondisioner hanya mempengaruhi permukaan rambut. Mereka tidak menembus bagian dalam rambut, dan pastinya tidak mempengaruhi folikel rambut. Efeknya hanya sementara dan hilang dalam beberapa hari (tergantung kondisi lingkungan). Saat rambut dicuci, kondisioner akan hilang dari permukaan rambut. Efek kondisioner hanya sebagai kosmetik, dan tidak memiliki manfaat medis. Sama dengan shampo, selain dari bahan aktif (dari kondisioner itu sendiri), kondisioner juga mengandung berbagai bahan dengan berbagai fungsi. Kondisioner mengandung wewangian, pengawet, pelembab untuk rambut kering, pewarna, dll.

Referensi:
Shai A, Maibach H, Baran R. Handbook of Cosmetic Skin Care (2nd Edition). Handbook of Cosmetic Skin Care (2nd Edition). 2009. 17-26 p.

FUNGSI DAN STRUKTUR ANTIBODI

BAB I Pengertian Antibodi Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada...